Poin
Penting Perubahan Dalam UU Pilkada Setelah melalui pembahasan panjang dan
menuai pro kontra antar fraksi, Revisi UU Pilkada akhirnya disahkan dalam
sidang paripurna DPR. Apa saja poin-poin perubahannya? Dalam rapat paripurna di
gedung DPR, Kamis (2/6/2016), Pimpinan Komisi II DPR RI merinci
setidaknya ada 17 poin perubahan maupun masukan dalam UU Pilkada yang disahkan.
Berikut
secara rinci 17 poin dimaksud:
1.
Penetapan
mengenai waktu pemungutan suara agar serentak secara nasional untuk Pileg,
Pilpres dan Pilkada. Dalam UU sebelumnya ditetapkan tahun 2027, UU sekarang
dipercepat jadi 2024. Secara rinci yaitu Pilkada pada 2015 digelar lagi tahun
2020. Pilkada 2017 digelar lagi tahun 2022. Pilkada 2018 digelar lagi 2023.
Maka didapati satu tahun yang mendekati semuanya bisa serentak yaitu 2024.
2.
Tentang
meninggalnya pasangan calon atau salah satu calon dari pasangan calon. Dalam UU
Pilkada disepakati KPU memberikan waktu 30 hari melakukan pergantian, jika
salah satu calon meninggal dunia pada waktu 29 hari sebelum pemilihan;
3.
Peningkatan
verifikasi kualitas calon perseorangan, Komisi II dan pemerintah menyepakati
untuk dilakukan verifikasi faktual dengan metode sensus melalui langkah menemui
pendukung pasangan calon.
4.
Pengaturan
lebih lengkap tindak pidana menjanjikan atau memberikan uang atau materi
lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara atau pemilih. Jika terpenuhi
unsur-unsur, maka dikenai pidana penjara dan denda. Jika calon melakukan tindak
pidana semacam ini, maka dikenakan sanksi pembatalan sebagai calon.
5.
Penguatan
Bawaslu. Bawaslu saat ini berwenang menerima, memeriksa dan memutus tindak
pidana menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi
penyelenggara dan/atau pemilih. Upaya hukum ini dimulai dari Bawaslu Provinsi
ke Bawaslu hingga ke Mahkamah Agung (MA);
6.
Perbaikan
penormaan mengenai kampanye, metode kampanye, dan dana kampanye. Metode
kampanye yang semula didanai oleh APBD dialihkan ke pasangan calon atau partai
politik untuk pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, dan dapat melakukan
penyebaran bahan kampanye, dan pemasangan alat peraga. Mengenai dana
kampanye ditambahkan norma bahwa dana kampanye dapat diperoleh dari sumbangan
pasangan calon dan Partai Politik.
7.
Perbaikan
norma terkait penyalahgunaan jabatan petahana. Pejabat negara, pejabat ASN,
anggota TNI-Polri, dan kepala desa atau sebutan lain dilarang membuat keputusan
atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon, serta dilarang
melakukan penggantian pejabat. Terkait dua hal tersebut dikenai sanksi
pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
8.
Komisi
II dan Pemerintah menyepakati Pemerintah Daerah bertanggung jawab mengembangkan
kehidupan demokrasi di daerah khususnya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
menggunakan hak pilih;
9.
Perbaikan
pengaturan terkait penanganan pelanggaran Pilkada. Untuk tindak pidana Pilkada
perlu dilakukan penguatan fungsi sentra Gakkumdu yang mengikutsertakan peran
penyidik Kepolisian dan mempersingkat alur penanganan pelanggaran tindak pidana
Pemilihan. Terkait sengketa Tata Usaha Negara pemilihan dimulai dari
upaya hukum secara berjenjang yang dimulai dari Bawaslu Provinsi dan/atau
Panwas Kabupaten/Kota ke Bawaslu hingga ke tingkat Mahkamah Agung (MA). Khusus
yang menyangkut perselisihan hasil, diubah dengan menggunakan acuan total suara
sah hasil penghitungan suara tahap akhir.
10.
Terhadap
pelanggaran pemilihan berupa politik uang yang bersifat terstruktur,
sistematis, dan massif dikenakan sanksi administrasi pembatalan sebagai
pasangan calon, dengan tidak menggugurkan proses pidana. Terkait sanksi
administrasi pembatalan calon tersebut, diberikan wewenang kepada Bawaslu
Provinsi untuk menerima, memeriksa, dan memutus pelanggaran pemilihan, yang
kemudian ditetapkan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dalam Surat
Keputusan berupa sanksi pembatalan pasangan calon, yang dapat dilakukan upaya
hukum ke MA yang putusannya bersifat final dan mengikat;
11.
Komisi
II dan Pemerintah menyepakati tentang pelantikan pasangan calon terpilih,
Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pemerintahan dapat melantik
Bupati, Wakil Bupati, serta Walikota, dan Wakil Walikota secara serentak;
12.
Tentang
usulan pengangkatan calon terpilih, Komisi II dan Pemerintah menyepakati untuk
mengatur lebih lanjut hal-hal yang dapat menghambat pelantikan pasangan calon
terpilih akibat tidak disampaikannya usulan dari DPRD Kabupaten/Kota/Provinsi
dan Gubernur;
13.
Tentang
syarat dukungan pasangan calon dari partai politik atau perseorangan. Untuk syarat
dukungan pasangan calon dari partai politik/gabungan partai politik tetap
sebesar 20% dari jumlah kursi DPRD atau 25% dari akumulasi perolehan suara sah
dalam pemilu. Terkait syarat untuk pasangan calon perseorangan Komisi II
dan Pemerintah sepakat yakni paling sedikit 6,5% dan paling banyak 10% dari
daftar pemilih tetap;
14.
Terkait
pengaturan bilamana terjadi perselisihan kepengurusan partai politik yang dapat
mendaftarkan pasangan calon dalam Pilkada. Parpol yang dapat mendaftarkan
pasangan calon merupakan partai politik yang sah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dalam hal terjadi perselisihan yang dapat mendaftarkan
adalah kepengurusan partai politik yang telah didaftarkan serta ditetapkan di
Kementerian Hukum dan HAM, termasuk setelah selesai segala upaya yang dilakukan
di Mahkamah Partai atau sebutan lainnya dan jalur hukum melalui pengadilan;
15.
Komisi
II dan Pemerintah sepakat untuk mengatur lebih lanjut ketentuan cuti bagi
petahana yang mencalonkan diri dalam Pilkada (cuti diluar tanggungan Negara)
selama masa kampanye yaitu 3 hari setelah penetapan pasangan calon hingga 3
hari menjelang pencoblosan. Sedangkan bagi pejabat negara yang terlibat
dalam kampanye pemilihan pasangan calon yang diusung, cukup mengajukan izin sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
16.
Tentang
penggunaan E-KTP dalam Pemilihan, Komisi II dan Pemerintah menyepakati bahwa
syarat dukungan calon perseorangan maupun sebagai syarat terdaftar sebagai
pemilih menggunakan E-KTP terhitung sejak bulan Januari 2019. Untuk saat ini
hingga akhir tahun 2018 masih diperbolehkan penggunaan surat keterangan yang
diterbitkan oleh dinas kependudukan dan catatan sipil yang menerangkan bahwa
penduduk tersebut berdomisili di wilayah administratif yang sedang menyelenggarakan
Pilkada;
17.
Tentang
tindak lanjut Putusan MK, Komisi II dan Pemerintah menyepakati untuk memberikan
pengaturan lebih lanjut mengenai pemilihan gubernur, wakil gubernur, bupati dan
wakil bupati, walikota dan wakil walikota serta dihapusnya persyaratan tidak
memiliki konflik kepentingan dengan petahana. Terkait mantan narapidana,
diwajibkan untuk mengumumkan kepada masyarakat bahwa yang bersangkutan pernah
menjadi narapidana. Terkait persyaratan bagi PNS, anggota DPR, anggota DPD dan
anggota DPRD yang mencalonkan diri wajib mundur setelah secara resmi ditetapkan
oleh KPU provinsi/KPU kabupaten/kota sebagai calon. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar